pdmjogja.org – Judi online (judol) masih menjadi ancaman nyata bagi berbagai kalangan masyarakat. Lilitan hutang hingga tindak kriminal kerap dipicu rasa candu judol. Iming-iming keuntungan besar tapi nyatanya kerugian besar, didapat dari judol. Judol sudah menjadi ancaman, tidak cuma finansial. Fenomena ini menimbulkan kerugian masalah psikologi, dampak sosial dan merusak masa depan generasi muda.
“Betapa mirisnya kasus judol kini merambat juga ke pinjol ilegal,” ujar Rektor Universitas Aisyiyah Yogyakarta, Warsiti, dalam Seminar & Awarding Ajang Kreativitas Mahasiswa Ilmu Komunikasi (Antariksa) 2025 ‘Stop Clicking, Start Living’ di Hall Baroroh Baried UNISA Yogyakarta pada 19 Juli 2025 lalu.
Warsiti berharap agar generasi muda menjadi agen perubahan yang bisa mencegah maraknya judol. “Dan hal tersebut menjadi salah satu langkah untuk mencetak generasi emas di tahun 2045,” tandasnya.
UNISA Yogyakarta berkomitmen untuk membangun karakter dan integritas mahasiswa. Dan sivitas UNISA Yogyakarta agar menggunakan teknologi untuk hal positif.
Anggota DPD RI Dapil DIY, RA Yashinta Sekarwangi Mega, membeberkan sejumlah data dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) bahwa jumlah transaksi judol mencapai 39.818.000 transaksi. “Perputaran dana diperkirakan bisa mencapai 1.200 triliun hingga akhir tahun 2025,” terangnya.
Mirisnya, banyak anak muda yang terjerat lingkaran judol ini. Data jumlah deposit berdasarkan umur tahun 10 – 16 tahun, lebih dari Rp2,2 miliar. Kemudian usia 17 – 19 tahun lebih dari Rp47,9 miliar. Selanjutnya, usia 31 – 40 tahun lebih dari Rp2,5 triliun.
Menurutnya, realita hari ini menjadi tantangan bersama. “Judi online itu bagaikan rayuan manis diawal, namun berujung pahit di akhir. Semua golongan bisa kena,” ujar Yashinta.
Yashinta juga memberikan contoh berbagai tindak kriminal yang dipicu karena lilitan utang dampak judi online. Sebagai anggota DPD RI, Yashinta menyebut pihaknya berkolaborasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Daerah Istimewa Yogyakarta untuk mendukung pencegahan judi online.
Salah satu hal yang penting, menurut Yashinta, adalah peningkatan literasi digital. “Peningkatan literasi digital bisa dilakukan dengan basis komunitas maupun mendorong keterlibatan keluarga dan lingkungan,” paparnya.
Jadi, di lingkaran pertemanan harus saling mengingatkan. “Di lingkungan keluarga teman-teman juga bisa saling mengingatkan,” ucap Yashinta.
Psikolog RSIY PDHI Yogyakarta, Cania Mutia, mengungkapkan, judol saat ini seperti fenomena gunung es. “Mungkin kelihatan sedikit, tapi sangat banyak. Mati satu tumbuh seribu. Judol pinjol ini masalah pengenalan diri,” ujar Cania.
Cania mengungkapkan, setidaknya ada empat siklus adiksi judi. Pertama, winning phase, yang merupakan kemenangan awal memberi euforia dan keyakinan berlebih. Kedua, losing phase, yaitu kekalahan memicu keinginan balas dendam. Ketiga, desperation phase, kecanduan berat, penjudi semakin terjerat. Keempat, giving up phase, kesadaran akan dampak, mencari bantuan atau semakin terpuruk.
“Kesadaran gara-gara harta habis atau ditangkap polisi,” ujarnya.
Perjudian termasuk gangguan adiktif mirip dengan orang yang adiktif zat pada narkoba. Judi menyebabkan gejala psikologis yang disebut gambling disorders berupa gangguan emosi dan perilaku, dapat menyebabkan gangguan terhadap kesehatan mental serta mempengaruhi kehidupan sehari-hari.
Cania menyarankan agar bisa membangun ketahanan diri, mulai dari membuat rencana keuangan, melakukan refleksi diri dan mengenali pemicu yang membuat ingin berjudi.
Selain itu juga mengelola stres dengan cara yang lebih sehat. “Bangun dukungan sosial yang kuat, batasi dan hapus akses ke situs judi online. Temukan hobi dan aktivitas pengganti,” ujar Cania.
Judol kerap bertautan dengan pinjaman online (pinjol). Tidak sedikit pula masyarakat yang terbelenggu pada pinjol ilegal. Pinjol ilegal juga bisa membahayakan masyarakat. Salah satunya pinjol ilegal membebankan bunga dan denda yang tidak terbatas.
Asisten Direktur Divisi Pengawasan Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, Pelindungan Konsumen dan Layanan Manajemen Strategis OJK DIY, Susana Diah Kusumaningrum, mengatakan, OJK mengambil peran untuk mengatur sektor jasa keuangan, mengawasi sektor jasa keuangan.
“Selain itu juga melindungi kepercayaan konsumen dan/atau masyarakat,” katanya yang mengimbau masyarakat untuk tidak mudah diiming-imingi keuntungan besar dalam waktu singkat.
Susana juga mengimbau agar masyarakat menghindari judol. “Hati-hati banget jangan tergiur. Sejauh saya tahu, belum ada yang jadi kaya karena judol,” ungkap Susana.
Pada kesempatan tersebut Susana juga memberikan edukasi seputar keuangan mulai dari kehati-hatian untuk investasi, memahami pinjaman online legal dan ilegal serta mengenali berbagai modus penipuan.
Ketua Antariksa 2025, Reza Al Khifari, mengatakan, judol saat ini tidak bisa diremehkan. Reza juga mengajak semua lapisan masyarakat untuk tidak menutup mata dan melihat bahaya dari fenomena ini. “Adanya kampanye pencegahan judol semoga banyak membentuk agen baru memerangi judol,” ungkap Reza.
Agenda kali ini menjadi puncak rangkaian acara Antariksa setelah sebelumnya digelar berbagai kegiatan seperti Antariksa Goes to School, Sapa Warga dan Campaign on the Road.
Antariksa 2025 juga menjadi bagian dari Milad ke-34 UNISA Yogyakarta yang didukung berbagai pihak, di antaranya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Daerah Istimewa Yogyakarta, Bank Syariah Indonesia (BSI) serta RA Yashinta Sekarwangi Mega selaku Anggota Komite IV DPD RI. (*/fan)
Judi Online Ancam Generasi Muda, dari Lilitan Utang hingga Gangguan Mental
